UEFA Rilis Aturan Baru di Fase Gugur UCL, Sejumlah Tim Dirugikan

UEFA Rilis Aturan Baru di Fase Gugur UCL, Sejumlah Tim Dirugikan UEFA Rilis Aturan Baru di Fase Gugur UCL, Sejumlah Tim Dirugikan

UEFA Rilis Aturan Baru di Fase Gugur UCL, Sejumlah Tim Dirugikan

UEFA kembali membuat gebrakan dengan merilis aturan baru yang akan diterapkan pada fase gugur Liga Champions (UCL) musim 2025/2026. Keputusan ini merupakan bagian dari reformasi besar-besaran terhadap sistem kompetisi Eropa, termasuk Liga Champions, Liga Europa, dan Liga Konferensi. Namun, tak sedikit pihak yang menilai bahwa perubahan ini justru merugikan sejumlah tim, terutama tim-tim unggulan.

Perubahan ini diumumkan tak lama setelah UEFA menyelesaikan konsultasi dengan klub-klub besar dan asosiasi nasional. Namun, meskipun dianggap sebagai upaya modernisasi, aturan baru fase gugur UCL menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan, termasuk pelatih, pemain, dan pengamat sepak bola.

UEFA Rilis Aturan Baru di Fase Gugur UCL, Sejumlah Tim Dirugikan

Salah satu poin paling kontroversial dari perubahan ini adalah penghapusan sistem agregat dalam dua leg pertandingan fase gugur. Sebelumnya, tim yang unggul dalam total skor dua pertandingan (kandang dan tandang) akan melaju ke babak berikutnya. Kini, UEFA mengusulkan sistem satu pertandingan knockout atau penilaian ulang berdasarkan poin performa dalam fase liga.

Dengan aturan baru ini, penentuan lolos atau tidaknya sebuah tim tidak lagi semata berdasarkan total gol, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti peringkat performa tim selama fase liga atau sistem seed-based bracket yang mirip dengan turnamen NBA atau kompetisi e-sports.

Tim-Tim Besar Merasa Dirugikan

Beberapa klub papan atas Eropa langsung menyatakan kekhawatirannya. Tim seperti Real Madrid, Bayern Munchen, dan Manchester City merasa bahwa sistem ini dapat menyulitkan mereka mempertahankan konsistensi, karena satu laga buruk saja bisa menggugurkan mereka dari kompetisi. Selain itu, penghapusan sistem agregat menghilangkan dinamika strategis antara laga kandang dan tandang.

Pelatih Bayern Munchen, misalnya, menyatakan bahwa sistem dua leg memberikan ruang untuk perencanaan taktis yang lebih adil, terutama saat bermain tandang di leg pertama. Sementara itu, Pep Guardiola juga mengkritik sistem baru karena membuat fase gugur menjadi lebih seperti “lotere”.

Alasan UEFA Mengubah Format

UEFA beralasan bahwa perubahan ini dilakukan untuk meningkatkan daya tarik kompetisi, mempercepat ritme pertandingan, dan meminimalisir beban jadwal yang semakin padat. Presiden UEFA, Aleksander Čeferin, menekankan bahwa kompetisi harus beradaptasi dengan selera penonton modern yang menyukai format lebih ringkas dan penuh tekanan.

Selain itu, perubahan ini juga terkait dengan model bisnis baru UEFA yang ingin meningkatkan pendapatan dari hak siar global. Pertandingan knockout satu leg dinilai akan meningkatkan tensi, ketegangan, dan rating televisi lebih tinggi dibandingkan dua leg dengan sistem agregat.

Reaksi Suporter dan Media

Di media sosial, banyak penggemar menyuarakan ketidaksetujuan terhadap perubahan ini. Mereka merasa bahwa sistem lama lebih adil dan memberikan ruang bagi tim untuk bangkit jika tampil buruk di leg pertama. Selain itu, atmosfer dua leg pertandingan—terutama di stadion kandang—merupakan bagian penting dari romantisme Liga Champions.

Beberapa media olahraga ternama di Eropa seperti Marca, L’Équipe, dan The Guardian juga menyoroti bahwa UEFA terkesan lebih mementingkan aspek komersial ketimbang sportivitas dan sejarah kompetisi.

Pengaruh terhadap Tim Kuda Hitam

Di sisi lain, aturan baru ini justru dianggap menguntungkan tim-tim kuda hitam atau underdog. Dengan sistem satu leg atau bracket terbuka, kejutan lebih mungkin terjadi karena satu kemenangan saja sudah cukup untuk melaju. Ini bisa membuka peluang bagi tim-tim seperti Napoli, Sevilla, atau Galatasaray untuk menembus semifinal atau bahkan final.

Namun, beberapa analis menilai bahwa walaupun tim kecil punya peluang lebih besar, ketimpangan kualitas tetap akan menjadi tantangan berat.

Kesimpulan: Kontroversi yang Masih Berlangsung

Reformasi UEFA terhadap fase gugur Liga Champions menciptakan gelombang perdebatan yang belum mereda. Di satu sisi, ini adalah upaya modernisasi dan efisiensi kompetisi. Namun, di sisi lain, banyak pihak merasa bahwa esensi dan keadilan kompetisi justru dikorbankan.

Masih akan ada waktu sebelum aturan ini benar-benar diterapkan pada musim 2025/2026. Hingga saat itu, kemungkinan revisi atau penyesuaian masih terbuka, tergantung pada tekanan dari klub, federasi, dan tentu saja, para penggemar setia Liga Champions di seluruh dunia.

Baca juga:PSG Meroket Setelah Mbappe Pergi: Dominasi Total di Semua Ajang 2024/2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *